Majalengka (Kemenag) – Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi mengapresiasi Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) yang ikut serta memperjuangkan Kiai Abdul Chalim sebagai Pahlawan Nasional bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
“Beliau layak memperoleh gelar ini sebagaimana pula kiai NU lain yang turut andil dalam mewujudkan kemerdekaan dan berkontribusi pada kemajuan bangsa. Saya berharap, perjuangan dan kiprah Hadratus Syeikh Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Chasbullah, Kiai Abdul CHalim, dan kiai NU lainnya, menjadi penyemangat pelaksanaan Rakernas Pergunu,” kata Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi dalam Rakernas V Pergunu 2023 yang digelar di Majalengka, Jawa Barat, Sabtu (17/6/2023).
Menurut Wamenag, Pergunu lahir untuk mewadahi tenaga pendidik Nahdlatul Ulama agar senantiasa haus ilmu pengetahuan, memiliki spirit belajar, dan memliki kecakapan membaca fenomena zaman.
“Dulu, kiai dan guru Nahdlatul Ulama dijadikan teladan dan panutan. Mereka dimuliakan karena keluasan ilmu yang dimiliki telah mendorong murid dan masyarakat untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan ajaran-ajaran agama dan nilai-nilai kebangsaan,” kata Wamenag Zainut Tauhid Sa’adi.
“Mengutip Pidato Presiden Republik Indonesia Bapak Joko Widodo tahun lalu, saya mendengar Pergunu memiliki perhatian besar pada kualitas guru NU dan kiai pesantren. Pergunu telah melakukan hal untuk peningkatan guru dan masyarakat seperti pengembangan metode pembelajaran dan pengembangan fasilitas pesantren,” sambung Wamenag.
Tampak hadir dalam Rakernas Pergunu, Ketua Umum Pergunu KH.Asep Saifuddin Chalim, Ketua Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa dan segenap pengurus Pergunu Pusat, Wilayah, dan Cabang serta tokoh masyarakat Majalengka.
Wamenag juga mengapresiasi anggota Pergunu yang telah didorong untuk membuat gerakan teacher preneur, sebuah pemberdayaan komunitas berbasis ekonomi kerakyatan, menerapkan kearifan lokal, dan sudah memanfaatkan teknologi digital.
“Peran dan pengembangan yang dilakukan Perguru seperti ini tentu tidak terlepas teladan seorang pelopor berdirinya Pergunu yaitu Kiai Abdul CHalim,” tegas Wamenag.
Dikisahkan Wamenag dalam buku Kiai Besar Bin Kiai Besar Yang Berfikir Besar diceritakan bahwa Kiai Abdul Chalim memiliki kebiasaan belajar, gemar bersilaturrahmi, punya cita-cita memajukan umat Islam, dan memiliki komitmen memperjuangkan Ahlussunah wal Jama’ah (Aswaja) dan kemerdekaan Republik Indonesia.
Banyak predikat disematkan pada Kiai Abdul Chalim lanjut Wamen. Misalnya beliau disebut seorang komunikator karena mampu mempertemukan sejumlah ulama dan kiai seluruh Jawa untuk bersedia hadir dalam forum terhormat Komite Hijaz.
Kiai Abdul Chalim juga seorang pejuang karena keterlibatannya pada Peristiwa 22 Oktober 1945 dalam mengumpulkan massa untuk bergerilya setelah keluarnya Resolusi Jihad Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari.
“Selain seorang ulama, Kiai Abdul Chalim juga dikenal seorang politisi karena pernah menjadi anggota MPRS pada tahun 1955,” tutur Wamen.
Kiai Abdul Chalim dan Guru NU
Wamen menambahkan peran penting Kiai Abdul Chalim memang layak dicontoh oleh guru-guru Nahdlatul Ulama, murid dan santri LP Ma’arif NU.
“Beliau seorang yang multi talenta yang mengajarkan kepada kita untuk menjadi seorang gigih, ulet, pantang menyerah, dan selalu siap panggilan berkontribusi membangun bangsa. Jiwa dan raganya ia abdikan untuk bangsa sampai akhir hayatnya,” ujarnya.
Kegigihan Kiai Abdul Chalim dapat dibaca dari cara belajarnya. Selama masih muda, Kiai Abdul Chalim banyak berguru pada al-alim al-allamah atau disebut kiainya para kiai. Di Jawa Barat, beliau berguru pada sejumlah kiai, seperti Kiai Harun di Desa Mirat Majalengka, Kiai Sulaiman di Desa Pajajar Majalengka, Kiai Abdul Fatah, dan dilanjutkan pada Pesantren Kedungwuni dan Pesantren Kempek.
“Beliau sangat menguasai sejumlah kitab kuning seperti Kitab Fathul Mu’in, Shahih Bukhari-Muslim, Ihya’ Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali, dan Kitab Al-Hikam karya Imam Ibnu Athoillah Assakandari,” kata Wamen.
Dalam konteks NU, sebagaimana juga kiai sepuh lainnya, disebutkan Wamen Kiai Abdul Chalim adalah satu dari sekian banyak tokoh NU yang juga berperan penting dalam mu’assasat al-turats (peletakan tradisi) dan muharrik al-afkar (penggerak intelektual) dalam Nahdlatul Ulama.
“Inilah nilai-nilai kearifan yang layak kita teruskan menjadi spirit kehidupan, khususnya oleh Pergunu untuk mewujudkan guru yang cerdas dan genuine masa kini dan mendatang,” tandas Wamen. (Rls)