Mataram – Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Bali memprediksi pertumbuhan ekonomi di Pulau Dewata untuk keseluruhan tahun 2022 akan berada pada rentang 3,8-4,6 persen (yoy).
“Hal ini sejalan dengan pemulihan kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan Nusantara di tengah momentum pemulihan ekonomi dari dampak pandemi COVID-19,” kata Kepala KPwBI Provinsi Bali Trisno Nugroho dalam acara Media Gathering di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Jumat.
Pada triwulan II-2022, pertumbuhan ekonomi Bali tumbuh sebesar 3,04 persen (yoy), meningkat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 1,46 persen (yoy).
Menurut dia, kinerja ekonomi Bali pada triwulan II-2022 terutama ditopang oleh meningkatnya sektor transportasi, akomodasi makan dan minum, dan konstruksi seiring dengan membaiknya kinerja pariwisata.
“Pariwisata Bali 2022 akan terus membaik sejalan dengan penyelenggaraan sejumlah event internasional, pelonggaran kebijakan perjalanan, dan peningkatan jumlah maskapai internasional yang mengoperasikan penerbangan langsung ke Bali, terutama sejak Maret 2022,” ujarnya.
Meskipun sudah ada peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara, namun belum menyamai jumlah kunjungan wisman sebelum pandemi COVID-19 yang dalam setahun mencapai 6,2 juta orang. Kunjungan wisman Provinsi Bali hingga akhir 2022 diprediksi sebanyak 1,2-1,3 juta jiwa.
Seperti halnya kedatangan wisatawan dari pasar India yang posisinya nomor dua setelah Australia masih turun dan kunjungannya belum bisa normal. Apalagi belum ada penerbangan langsung dari sejumlah negara ke Bali, termasuk India.
Demikian pula tingkat hunian hotel di Bali masih rendah, apalagi lama tinggal wisatawan mancanegara juga belum bisa normal. Meskipun tingkat hunian hotel di kawasan Nusa Dua, Kabupaten Badung, sudah tinggi karena menjadi tempat penyelenggaraan berbagai konferensi internasional.
“Pariwisata Bali bukan hanya Nusa Dua saja. Ke depan, di samping pariwisata harus diperhatikan, pemerintah juga hendaknya tetap mengawal potensi sektor pertanian. Dengan demikian, ketika terjadi sesuatu, maka ekonomi Bali bisa bertahan, dan tidak hanya mengandalkan sektor pariwisata saja,” ucapnya.
Trisno menambahkan, pariwisata Bali hendaknya dikembangkan secara digital dengan konsep ekonomi hijau (green economy) sehingga Bali tetap menjadi surga bagi para wisatawan. Terlebih saat ini sedang tren “digital nomad” yang bisa bekerja dari mana saja.
“Kami juga akan terus mendorong kegiatan kelembagaan atau perusahaan agar diadakan di Bali karena Bali masih membutuhkan itu. Pengeluaran (spending) mereka juga lebih besar dibandingkan wisatawan yang datang pribadi-pribadi hanya untuk sekadar berlibur,” ucapnya.
Deputi Direktur Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Provinsi Bali Donny H Heatubun menambahkan, meskipun pariwisata Bali belum sepenuhnya pulih dan inflasi Bali pada Agustus 2022 cukup tinggi tercatat sebesar 6,38 persen, hendaknya semua harus tetap optimistis.
“Kita harus tetap optimistis dan itu yang terpenting, karena dengan dua tahun pandemi (2020-2021) pertumbuhan ekonomi Bali yang negatif, kita sudah berhasil positif di tahun 2022,” ucapnya.
Bali dengan kekayaan keindahan alam dan didukung berbagai sumber daya yang dimiliki, Bali pasti ekonominya bisa kembali pulih.
“Namun, kita tidak bisa hanya mengandalkan Bali itu indah, tetapi harus didukung infrastruktur pariwisata yang menyebabkan wisatawan bisa lebih lama tinggal di Bali, seperti halnya saat ini tengah dibangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kesehatan di Sanur,” ucapnya.
Di samping perlu semakin banyak kampus-kampus internasional di Bali, sehingga Pulau Dewata juga menjadi daerah tujuan pendidikan.
Dalam kesempatan media gathering ini juga diisi pemaparan materi mengenai Gerakan Cinta, Bangga dan Paham Rupiah oleh Alex Iskandar selaku Staf/Asisten Penyelia Perkasan KPwBI Provinsi NTB. (Ant)